Oleh : Ketua Umum Pasukan 08
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah hijau dan pegunungan menjulang, hidup seorang petani bernama Pak Budi. Tanah tempat ia berpijak begitu subur, tetapi ironisnya, hidupnya jauh dari kata sejahtera. Setiap hari, Pak Budi bekerja keras di ladang, mengolah tanah yang seolah-olah mengandung kehidupan, namun tak pernah cukup untuk menghidupi keluarganya.

Pak Budi bukan satu-satunya. Seluruh desa merasakan hal yang sama, terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang tak kunjung terputus. Mereka adalah rakyat kecil yang menjadi korban dari sistem yang semakin hari semakin tak berpihak pada mereka. Pejabat-pejabat yang dulu datang berjanji saat kampanye kini sibuk mengisi pundi-pundi pribadi mereka. Korupsi merajalela, tak ada uang yang sampai ke desa untuk pembangunan.
Suatu hari, seorang pejabat tinggi datang berkunjung ke desa. Ia berpidato panjang lebar tentang pembangunan dan kemajuan, tetapi Pak Budi tahu, itu hanya omong kosong belaka. Setiap kali ada bantuan, uangnya entah kemana, habis di tangan pejabat yang rakus. Hukum pun tak adil. Jika ada petani yang terlilit masalah kecil, mereka dihukum berat, sementara koruptor besar bebas melenggang tanpa hukuman yang berarti. Hukum bagaikan pisau yang tajam ke bawah, namun tumpul ke atas.
Di kota, anak Pak Budi, Siti, bekerja sebagai buruh pabrik. Gajinya kecil, dan sebagian besar habis untuk membayar pajak-pajak yang mencekik. Tak jarang, Siti harus meminjam uang dari pinjaman online yang bunganya mencekik leher. Ketika ia tidak bisa membayar tepat waktu, teror dari penagih utang pun datang, membuat hidupnya semakin menderita.
Siti sering kali bercerita tentang maraknya judi online yang menjebak banyak orang di kota. Banyak rekan kerjanya yang terjebak, berharap menang besar, namun malah kehilangan semuanya. “Hidup ini seperti perjudian, Pak. Kita bekerja keras, tapi yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin semakin terpuruk,” kata Siti suatu malam saat berkunjung ke desa.
Biaya pendidikan yang mahal membuat Siti tidak bisa melanjutkan sekolah. Ia hanya lulusan SMA dan berharap bisa menyekolahkan adiknya, Budi kecil, ke universitas. Namun, mimpi itu tampak jauh dari kenyataan. Setiap kali sakit, keluarga Pak Budi pun harus berjuang keras membayar biaya pengobatan yang semakin mahal. Rumah sakit lebih mirip perusahaan yang mengejar untung daripada tempat menolong orang sakit.
Di setiap sudut desa dan kota, mafia-mafia merajalela. Mereka menguasai banyak aspek kehidupan, dari distribusi pupuk yang sering langka di desa hingga bisnis-bisnis gelap di kota. Pak Budi dan keluarganya seperti terperangkap di tengah-tengah kekacauan ini, hidup setengah mati di tanah yang subur namun penuh duri.
Pak Budi sering termenung di malam hari, memandang bintang-bintang yang berkelip di langit. “Mengapa hidup di tanah yang subur ini begitu berat?” pikirnya. Ia merasa seperti mati setengah, tidak benar-benar hidup namun juga tidak mati. Setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan, menghidupi keluarganya meski beban terasa semakin berat.
Suatu malam, Pak Budi bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat sebuah ladang yang indah, penuh dengan tanaman yang tumbuh subur tanpa henti. Di ladang itu, semua orang hidup damai dan sejahtera, tanpa korupsi, tanpa mafia, tanpa pajak mencekik, tanpa judi online dan pinjaman online yang menghancurkan. Semua anak bisa sekolah, dan semua orang sakit bisa berobat tanpa harus memikirkan biaya. Ketika ia terbangun, ia menyadari bahwa ladang itu hanyalah mimpi, tetapi ia bertekad untuk terus berjuang, meski harapan tampak jauh.
Pak Budi tahu, perjuangannya mungkin tidak akan melihat hasil segera, tetapi ia tetap berharap suatu hari nanti, generasi berikutnya bisa hidup lebih baik. Ia berdoa agar tanah subur ini bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak cucunya, agar mereka tidak lagi hidup setengah mati, melainkan hidup sepenuhnya dengan harapan dan kebahagiaan.
Hingga saat itu tiba, Pak Budi dan keluarga serta seluruh rakyat kecil di negeri ini terus berjuang, menggenggam harapan di tengah kerasnya kehidupan, berharap suatu saat mereka bisa hidup lebih layak di tanah yang subur ini.
Customer Reviews
Thanks for submitting your comment!